'TV Berbayar Bisa Kejar Seluler 10 Tahun Lagi'

Written By Unknown on Selasa, 18 September 2012 | 01.02

Thank you for using rssforward.com! This service has been made possible by all our customers. In order to provide a sustainable, best of the breed RSS to Email experience, we've chosen to keep this as a paid subscription service. If you are satisfied with your free trial, please sign-up today. Subscriptions without a plan would soon be removed. Thank you!


Ilustrasi (Ist.)

Jakarta - Penetrasi seluler memang bak bumi dan langit dengan siaran televisi berbayar. Perbandingan jumlah penggunanya di Indonesia masih sangat timpang.

Dari 40 juta rumah tangga di Indonesia yang memiliki perangkat TV, baru 5% yang berlangganan siaran berbayar. Bandingkan dengan seluler yang sudah lebih 200 juta pelanggan atau lebih dari 80%.

Direktur Utama Aora TV, Guntur Siboro, melihat hal ini sebagai fenomena yang unik. Sebab, industri televisi berbayar sudah berumur 17 tahun lebih. Dua tahun lebih 'tua' dibandingkan seluler yang baru hadir di Indonesia pada pertengahan 1995 lalu.

"Saya bermimpi membawa bisnis TV berbayar di Indonesia bisa setara penetrasinya dengan seluler. Saya rasa baru 10 tahun lagi bisa terjadi. Jika biaya konten dan decoder ditekan lebih murah, mungkin kita bisa mempercepat penetrasinya," ungkapnya di Jakarta.

Impian untuk mengejar penetrasi seluler itu coba diimplementasikan Aora TV yang dipimpin Guntur dengan menawarkan konsep low cost TV operator yang simpel namun tetap menghadirkan tayangan yang berkualitas tinggi.

"Aora TV bukan low end. Kita low cost dengan menawarkan layanan yang terjangkau. Dengan paket Rp 59 ribu dan Rp 99 ribu bisa sampai 90% dari market share Aora TV yang sudah punya 100 ribu pelanggan," kata Guntur yang sudah puluhan tahun 'makan asam garam' di dunia telekomunikasi.

Berbekal pengalamannya di industri telekomunikasi itu pula ia bisa membandingkan kebiasaan pengguna freemium yang sudah terbiasa dengan penawaran layanan gratis namun tetap menuntut standar kualitas tinggi.

"Tantangan paling berat mengembangkan bisnis ini dari pemain free to air dimana masyarakat terbiasa dengan konten TV yang gratis. Pasar yang besar itu di free to air, saya membidik pasar free to air ketimbang harus berhadapan dengan sesama pemain TV berbayar."

"Buat apa mencari yang 5%, lebih baik menggerus yang 95%. Kendalanya, ilmu pemasaran manapun akan susah melawan gratis, kecuali kita mengedukasi dengan value proposition. Kita berikan pemahaman, Anda harus bayar karena ada nilai tambah," papar Guntur.

Mahal di Konten

Menurut dia, skema pentarifan di industri TV berbayar berbeda dengan telekomunikasi. Di TV berbayar, harus pintar-pintar mengelola biaya operasi karena konten harus dibayar ke principal. Sementara di telekomunikasi, infrastruktur seperti BTS dianggap sebagai investasi, sehingga operator bisa membanting tarif hingga murah.

"Di telekomunikasi, BTS ada trafik komunikasi atau tidak tetap keluar biaya operasional. Jadi bisa saja ditawarkan murah atau bahkan gratis jika trafiknya sepi. Beda dengan di pay TV, konten itu mahal harganya karena intellectual property right," jelas Guntur.

Di Malaysia, lanjut dia, biaya konten hanya 40% kontribusi bagi beban operasi. Di Indonesia itu bisa mencapai 100% bagi pemain baru. "Pasalnya prinsipal beranggapan pembajakan konten terlalu tinggi di Indonesia."

Di bisnis TV berbayar ini, paparnya, ada skema minimum guarantee untuk konten dengan jumlah pelanggan tertentu, setelah mencapai batasan pelanggan, baru bisa bayar per pelanggan dengan harga lebih rendah.

Kontraknya bilateral dan setiap tiga tahun diperbaharui. Bagi pemain baru, biaya beli konten bisa lebih 100% dari biaya operasional. "Kalau dipaksa main tarif, kapan ada untungnya," sesalnya.

Karena itu Aora TV tidak bermain di jumlah konten saat menawarkan layanan, tetapi mengemas channel sesuai kebutuhan pelanggan.

"Survei kami menyimpulkan hanya 10 channel yang sering ditonton satu keluarga. Lalu kenapa harus dipaksa beli semua konten," tukasnya.

Aora TV sendiri menggunakan teknologi KU-Band dengan menyewa empat transponder berbiaya USD 4 juta per tahun dari satelit Measat-3A. Untuk setiap transponder MPEG4 yang disewa bisa menyediakan 35-40 channel digital biasa atau 8-10 channel digital high definition (HD).

"Kami mengalokasikan satu transponder khusus untuk HD, dan tiga sisanya untuk channel non-HD. Total kami bisa punya 10 saluran HD dan 120 channel umum. Namun yang kami gunakan baru 79 channel," kata Guntur.

Biaya tinggi untuk infrastruktur TV berbayar ditambah dengan rendahnya biaya berlangganan tidak menyurutkan target Aora TV. Jika rata-rata industri untuk pemain baru pay TV baru bisa balik modal 4-5 tahun, namun Aora menargetkannya lebih cepat. "Kami target BEP (break even point) dalam waktu tiga tahun," pungkas Guntur.

( rou / ash )

Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!

18 Sep, 2012


-
Source: http://detik.feedsportal.com/c/33613/f/590267/s/23894661/l/0Linet0Bdetik0N0Cread0C20A120C0A90C180C1420A240C20A241440C3280Ctv0Eberbayar0Ebisa0Ekejar0Eseluler0E10A0Etahun0Elagi/story01.htm
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com

Anda sedang membaca artikel tentang

'TV Berbayar Bisa Kejar Seluler 10 Tahun Lagi'

Dengan url

https://taufanmz.blogspot.com/2012/09/tv-berbayar-bisa-kejar-seluler-10-tahun.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

'TV Berbayar Bisa Kejar Seluler 10 Tahun Lagi'

namun jangan lupa untuk meletakkan link

'TV Berbayar Bisa Kejar Seluler 10 Tahun Lagi'

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger